Untitled Document
MAIN MENU
GREEN NEWS
GREEN PROGRAMS
GREEN OPINION
GREEN LIFESTYLE
CLIENT & PARTNERSHIP
 

SocialTwist Tell-a-Friend



GREEN OPINION

Atmosfer COP 21 di Indonesia, Peluang atau Tantangan?

Oleh: Ayu Pratiwi Muyasyaroh
Majoring Chemistry, Gadjah Mada University

Conference of Parties (COP) 21 yang akan diselenggarakan di Paris pada tanggal 7-8 Desember 2015, diamini dapat menjadi titik balik bagi seluruh negara di dunia, dengan menghasilkan suatu kesepakatan global untuk mengatasi isu perubahan iklim dunia. Negara-negara di dunia telah memulai investigasi dan negosiasi untuk dapat mengadopsi peluang yang dapat diperoleh oleh negara mereka melalui konferensi ini serta untuk dapat mengadaptasi dampak yang mungkin terjadi setelah momentum besar ini selesai diselenggarakan.

Indonesia dirilis melalui Climate Action Tracker (2015), telah berjanjii untuk mengurangi emisi pada tahun 2020, sebesar 26% dibawah BAU (Business As Usual) secara sepihak dan sebesar 41% dengan dukungan internasional yang cukup. Janji ini masih tergolong “menengah” dan dengan melihat implementasi kebijakan saat ini, Indonesia diragukan tidak mampu memenuhi janji tersebut.

Tujuan jangka panjang yang dikemukakan oleh para ilmuwan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi oleh semua negara di dunia termasuk Indonesia adalah “Emisi 0 pada tahun 2050”. Emisi 0 terlihat seperti misi yang tidak mungkin dilakukan, mengingat bahwa emisi merupakan hasil penguraian limbah, dan kita telah memahami bahwa limbah merupakan produk samping yang selalu dihasilkan dari setiap aktivitas produksi. Limbah ini akan selalu dibuang untuk kemudian menghasilkan gas metana sebagai gas rumah kaca yang lebih berbahaya dibandingkan CO2. Ini merupakan sebuah siklus yang akan mampu kita hentikan jika semua sumber daya alam termasuk limbahnya dapat diuangkan. Oleh karena itu, solusi terbaik dalam mencapai “misi emisi 0” adalah tidak cukup dengan hanya mengkonversi emisi atau limbah menjadi sumber energi terbarukan (seperti gas metana yang dihasilkan oleh biomassa untuk memproduksi energi terbarukan dengan teknologi biogas) karena aktivitas ini hanya akan menciptakan limbah lainnya yang justru berpotensi menambah emisi gas rumah kaca di udara. Hal ini disebabkan karena masyarakat terutama para pembuat kebijakan di negeri ini yang selalu membuang limbah dengan mudah karena melihat semua sumber daya alam termasuk limbahnya sebagai sumber penghidupan tak ternilai yang tidak dapat diuangkan. “Uang” merupakan istilah yang lebih mudah dipahami oleh para pembuat kebijakan agar dapat melihat nilai produk, jasa dan limbah dari alam. Oleh karena itu, diperlukan suatu implementasi kebijakan yang tepat dalam upaya “menguangkan” alam tanpa justru menyebabkan eksploitasi semakin marak terjadi karena melihat alam sebagai “pasar” yang menjual produk dan jasa yang awalnya cuma-cuma namun kini memiliki label harga.

Kita harus memahami bahwa masyarakat merupakan suatu “sistem kompetisi kebutuhan dan kepentingan”. Oleh karena itu, jika suatu kebijakan akan diberlakukan maka harus mampu memberikan hasil yang paling memuaskan bagi semua pemangku kepentingan dan bukan bagi setiap individu pemangku kepentingan.

Multi-Criteria Analysis (MCA) merupakan teknik untuk mencapai kesetimbangan dari semua pemangku kepentingan yang mempengaruhi/dipengaruhi dengan diberlakukannya suatu kebijakan, melalui penilaian terhadap kombinasi berbagai manfaat besar yang terkait lingkungandari suatu kebijakan. Vardakoulias (2013) menyatakan bahwa MCA menguraikan semua hasil yang diharapkan oleh setiap pemangku kepentingan untuk menghasilkan tujuan komprehensif, yang disepakati oleh paling banyak individu melalui tiga langkah penting berikut:

a. Mempertimbangkan berbagai interverensi yang mungkin muncul untuk mencapai tujuan akhir yang sama.
b. Mempertimbangkan semua pemangku kepentingan yang berpotensi dipengaruhi oleh kebijakan yang diberikan dan mendeskripsikan perbedaan mereka dengan jelas.
c. Konsultasi dengan para pemangku kepentingan untuk menentukan dan memberikan peringkat terhadap kriteria yang menurut mereka penting serta memiliki dampak yang harus dinilai.


Akhirnya, berdasarkan hasil pemilihan terhadap suatu kriteria, yaitu pilihan yang paling disukai dan yang lebih tidak disukaiserta kemudian peringkat pemangku kepentingan maka akan menghasilkan suatu kebijakan komprehensif yang melibatkan setiap individu di Indonesia dengan rasio tanggung jawab yang masing-masing berbeda secara tepat dalam upaya melestarikan alamsebagai bagian dari penyelamatan masa depan iklim dunia, melalui pemberian nilai moneter (uang) pada alam.

Paris sebagai The City of Light diharapkan mampu menjadi penerang sekaligus pelecut semangat seluruh negara di dunia melalui penyelenggaraan COP 21 2015, untuk bersama-sama secara ambisius berupaya mencapai emisi 0 pada tahun 2050 dan kita dapat dengan penuh percaya diri meyakini bahwa Indonesia mampu mencapai misi ini lebih cepat pada tahun 2025 jika seluruh masyarakat, advokat lingkungan, sektor swasta serta pemerintah di negeri ini mampu berkolaborasi dengan baik dan serius dalam menangani isu global ini.

 
Go Green IndonesiaKu
Untitled Document
Green Counter
Hit Counter by Digits

FOLLOW US ON :
 
 

Copyright 2009@gogreenindonesiaku.com | Powered By PT. Sisnet Mediatama